tentang pulau bawean

Tentang Pulau Bawean
Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 150 kilometer sebelah utara Pulau Jawa. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Baca Juga Nih Artikel Menarik lainnya 




Bawean memiliki 2 kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah penduduknya sekitar 70.000 jiwa, kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau petani selain juga menjadi TKI di Malaysia dan Singapura. Etnis mayoritas penduduk Bawean adalah Suku Bawean, diikuti oleh Suku Jawa, Madura dan suku-suku lain misalnya Bugis dan Mandailing.


Bahasa pertuturan mereka adalah bahasa Bawean. Bukannya bahasa Madura seperti yg dimaklumkan sebelum ini. Bangsa Madura adalah bangsa pendatang di kepulauan Bawean.


Geografi

Diameter pulau Bawean kira-kira 12 kilometer dan jalan yang melingkari pulau ini kira-kira panjangnya 70km dan bisa ditempuh dalam waktu 1-2 jam. Bawean memiliki atraksi pariwisata yang cukup menawan, terutama pantai-pantainya. Ada juga sebuah danau yang terletak tepat di tengah-tengah pulau bernama Danau Kastoba. Beberapa pulau kecil ("gili") juga tidak kalah menarik untuk dikunjungi.


Pulau Bawean yang berbentuk menyerupai lingkaran memiliki luas ± 190 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 68.086 jiwa ini terletak ± 150 Km dari sebeleh Utara Pulau Jawa. Kondisi Pulau bawean yang realtif kecil dan cukup terisolasi dengan jumlah penduduk yang cukup padat maka isu-isu pemanfaatan air dalam pulau cukup relevan untuk diangkat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan Suaka Alam P. Bawean yang saat ini menutupi sekitar 63 % areal daratan Pulau Bawean berfungsi sebagai penyangga hidup (buffer zone) meningat jasa ekologinya dapat memberikan konstribusi yang sangat berharga bagi kehidupan. Salah satunya adalah fungsi hidroorologis.. Fungsi hidroorologis yang dimaksud adalah mampu menyuplai air secara kontinyu baik untuk fungsi irigasi, pertanian amupun kehidupan lainnya yang sangat penting bagi masyarakat Pulau Bawean.


Adanya sumber-sumber air di Pulau Bawean karena menyediakan tempat resapan air seperti hutan primer di kawasan G. Nangka, G. Besar, G. Bengkoang, G. Dedawang dan juga menyediakan danau sebagai tempat resapan air yaitu Danau Kastoba dengan vegetasi yang masih utuh mengitari sekeliling danau. Ada banyak sumber air di Pulau Bawean tapi sampai saat ini belum pernah dihitung berapa besarnya jasa hidrologi secara menyeluruh di Pulau Bawean. Namun demikian dari data pemanfaatan air yang sudah ada, rekan-rekan polhut di Bawean telah mengumpulkan data pada tahun 2003 ini tercatat ada 18 sumber air berasal dari sumber di dalam kawasan Suaka Alam Pulau Bawean yang sudah dimanfaatkan untuk kepentingan sehari-hari seperti minum, cuci, mandi dll. Ke 18 sumber air tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat dari 46 dusun dari 16 desa dalam 2 wilayah kecamatan Sangkapura dan Tambak.
Saat ini pemanfaatan air dari sumber-sumber teresebut belum dikelola secara baik, pengguna air dari masing-masing desa menggunakan saluran sendiri-sendiri menggunakan pipa paralon dengan berbagai ukuran. Bahkan satu sumber air terpasang beberapa pipa paralon sehingga berseliweran pipa-pipa yang terkesan semrawut.
Dari sekian banyak sumber air yang dimanfaatkan baru beberapa saja yang menggunakan bak penampungan yang berfungsi sebagai bak pembagi ke masing-masing desa. Selebihnya air dialirkan langsung dari sumbernya ke pipa. Disamping rawan gangguan kondisi ini juga tidak menjamin kualitas kejernihan air, kotoran/sampah atau material tumbuhan berupa daun dan ranting bisa ikut masuk kedalam saluran akhirnya menyumbat aliran air dalam paralaon, yang pada akhirnya meningkatkan biaya pemeliharaan.

 Kompetisi Pemanfaatan Air
Air merupakan barang ultra essensial bagi kelangsungan hidup manusia , bahkan para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber konflik diabad ke 21 ini.. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan kondisi Pulau Bawean yang relatif cukup kecil, seiring jalannya waktu akan menimbulkan kelangkaan dan kompetisi pemanfaatan air yang akan memicu konflik horizontal maupun vertikal. Terlebih P. Bawean adalah pulau kecil yang mengandalkan keperluan air bersih dari sumber-sumber yang ada di pulau. Kekurangan iar di masa datang tidak mungkin lagi dipasok oleh Pulau Jawa yang saat inipun telah mengalami defisit Setiap tahunnya sebesar 13 milyar m3.
Akhir-akhir ini konflik pemanfaatan air di P.Bawean sudah mulai terasa lebih-lebih pada saat musim kemarau dima debit air berkurang. Beberapa kelompok petani pengguna air menganggap bahwa adanya akses masyarakat dengan pipanisasi dari dalam kawasan telah mengurangi jumlah air yang dipakai untuk kebutuhan pengairan. Disatu sisi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di pulau. Beberapa sumber air yang memberikan manfaat lain seperti Air Terjun Kuduk-kuduk ataupun Air terjun Latcar kini keindahannya semakin meredup karena debit air terjunnya semakin berkurang.
Konflik akibat perebutan air sangat mungkin terjadi dan krisis air di Bawean mungkin akan terjadi dalam waktu tidak lama. Hal ini sudah mulai dirasakan oleh sebagaian masyarakat (di Kumalasa), aliran air untuk ke rumah-rumah dijadwal 1 atau 2 jam dalam sehari mengingat persedian air yang sangat terbatas.


Antisipasi Sebelum Terlambat
Ada baiknya semua pihak yang berkepentingan di P. Bawean memikirkan langkah-langkah antisipasi terhadap terjadinya kelangkaan air atau krisis air di masa mendatang. Beberapa alternatif yang mungkin dapat dilakukan antara lain :
1. Aspek kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya air
Sampai saat ini di Bawean belum ada lembaga khusus yang menangani/mengelola sumber daya air terutama air untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pengairan. Penanganan kebutuhan serta kerusakan pipa dikoordinasikan oleh dusun atau desa setempat. Perlu dipikirkan adanya pengurus gabungan perkumpulan pemakai air di seluruh pulau yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sendiri seperti halnya Mitra Cai di Jawa Barat atau Subak di Bali, dengan mempertibangkan aspek-aspek : keseimbangan, ketahanan dan kesetaraan. Difharapkan pembentukan kelembagaan supaya epektif tidak melahirkan biaya transaksi yang tinggi yang justru menghambat pengelolaan air yang optimal.
2. Penghematan air
Peningkatan efisiensi penggunaan air perlu menjadi prioritas semua pihak yang berkepentingan . Penghematan air dikala kekeringan serta penyimpanan air di kala berlebihan merupakan tindakan konservasi air. Aktivitas yang berintikan penghematan air bukan saja berarti menggunakan dalam jumlah sedikit tetapi juga menjaga ketersediaannya sepanjang tahun.


3. Penghijauan dan reboisasi di daerah hulu dan hilir

Sumber-sumber air di pulau kecil diantaranya berupa sungai atau parit, dari segi panjang dan dan kedalamannya sangat terbatas. Maka bila terjadi intensitas curah hujan yang tinggi, air hujan tentu akan segera masuk ke laut. Hal ini akan menimbulkan erosi dan tanah longsor bila kondisi vegetasinya buruk. Sejarah pengelolaan kawasan di masa lalu sebagai hutan produksi menyisakan kawasan hutan dengan vegetasi yang rawang dan perlu direhabilitasi, begitupula tanah-tanah milik masayarakat yang kondisinya terlantar perlu dimanfaatkan untuk ditanami/dihijaukan khususnya dengan tanaman yang berfungsi baik sebagai pengatur tata air dan pencegahan erosi. Kegiatan seperti ini tampaknya tidak sepenuhnya diserahkan instansi tehnis yang dengan dana dan personil yang terbatas. Di P. Bawean sendiri sudah mulai tumbuh upaya konservasi secara swakarsa dengan terbentuknya LEMBAH (lembaga Masyarakat Berwawasan Alam Hayati), dimana salah satu kegiatannya juga melakukan penghijauan.

4. Bambu jenis yang dapat memperbaiki tata air
Selain mempunyai fungsi ekonomi, bambu mempunyai fungsi ekologis sebagai pengatur tata air yang baik. Bambu memiliki batang yang kuat dan lentur hingga tahan angin, perakarannya sangat rapat dan menyebar ke segela arah baik menyamping maupun kedalam maka lahan di bawah tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air. Bambu tahan kekeringan dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl sehingga sangat berpotensi sebagai penahan air. Di Indonesia sendiri ada kurang lebih 142 jenis bambu dari 1000 jenis yang ada didunia yang dapat dibudidayakan baik pada lahan milik masyarakat atau untuk keperluan rehabilitasi kawasan konservasi.


5. Pengembangan hutan rakyat
Masyarakat Bawean adalah masyarakat yang tidak asing lagi dengan keberadaan hutan, namun sejarah pengelolaan dimasa lalu sebagai hutan produksi yang kini beralih fungsi menjadi kawasan suaka alam tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat Pulau Bawean. Beberapa lokasi hutan yang berdampingan dengan kawasan suaka alam pada umumnya merupakan hutan milik rakyat yang kondisinya ada yang baik tapi ada juga yang terlantar. Hutan seperti ini dapat berfungsi sebagai zona penyangga kawasan konservasi, dimana kebutuhan kayu dan hasil hutan ikutan lainnya dapat dipenuhi dari kawasan hutan rakyat. Sehingga diharapkan kondisi kawasan konservasi tetap terjaga fungsinya terutama fungsi hidroolrologis yang penting bagi masyarakat Bawean.
6. Disiplin Bangunan
Sekalipun luas pulau Bawean relatif kecil dan terpencil dari segi geografis namun mobilitas masyarakat Pulau Bawean cukup tinggi, mengingat cukp banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya sebagai tenaga jasa di luar negeri (Malaysia dan Singapur). Hal ini juga membawa implikasi terhadap pesatnya pembangunan fisik rumah atau toko-toko yang menggunakan bahan tembok atau beton. Supaya air hujan yang jatuh meresap ke dalam tanah maka upaya menyisakan 40 % lahan sebagai ruang terbuka harus dipatuhi. Atau pembuatan sumur-sumur resapan di lingkungan bangunan rumah atau toko sebagai alternatif untuk peningkatan persediaan air tanah.

7. Bangunan Fisik
Pembuatan embung, cekdam, rorak, sumur resapan, terasering dll. Intinya berbagai tindakan ini untuk lmeningkatkan aliran air hujan dari hulu ke hlir disertai peningkatan penyebaran seluas-luasnya ke dalam tanah.
Rusa Bawean


Rusa Bawean (bahasa latinnya Axis kuhlii), merupakan satwa endemik pulau Bawean (Kab. Gresik, Jawa Timur) yang populasinya semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh IUCN Redlist, Rusa Bawean, yang merupakan satu diantara 4 jenis (spesies) Rusa yang dimiliki Indonesia ini, dikategorikan dalam “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Spesies Rusa Bawean ini juga terdaftar pada CITES sebagai appendix I. Dalam bahasa inggris disebut sebagai Bawean Deer.
Ciri-ciri dan Habitat Rusa Bawean. Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan Rusa jenis lainnya. Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa endemik Pulau Bawean ini mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan.
Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Tubuhnya yang mungil ini menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari yang ulung.
Warna bulunya sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada leher dan mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak memiliki totol-totol tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang dengan sendirinya.
Sebagaimana rusa lainnya, Rusa Bawean jantan memiliki tanduk (ranggah) yang mulai tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang tiga hingga rusa berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk tetap tetapi mengalami proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru. Baru ketika rusa berusia 7 tahun, ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap dan tidak patah tanggal kembali.


Rusa Bawean merupakan nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Dan mempunyai habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl. Mereka sangat hati-hati, dan muncul untuk menghindari kontak dengan orang-orang; di mana aktivitas manusia berat, rusa menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam yang tidak dapat diakses oleh penebang kayu jati.
Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai masa kehamilan antara 225-230 hari dan melahirkan satu anak tunggal (jarang terjadi kelahiran kembar). Kebanyakan kelahiran terjadi antara bulan Februari hingga Juni.

Populasi dan Konservasi Rusa Bawean (Axis kuhlii). Di habitat aslinya, Rusa Bawean semakin terancam kepunahan. Pada akhir 2008, peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi rusa bawean yang berkisar 400-600 ekor. Sedang menurut IUCN, satwa endemik yang mulai langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli (2006).
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean (Axis kuhlii) dikarenakan berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan jati yang memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber makanan.
Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhlii).



0 Responses

Posting Komentar

abcs