story tentang Bawean???
Bawean merupakan pulau kecil
yang secara administratif masuk pada wilayah Kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Untuk menuju ke pulau Bawean, kita terlebih dahulu harus singgah di
pelabuhan Gresik. Dari sana, sebuah kapal cepat akan membawa kita dalam 3 jam perjalanan
menuju ke arah Utara. Meski sebelumnya masuk ke dalam wilayah Kabupaten
Surabaya, namun sejak tahun 1974, pulau Bawean pun masuk ke dalam wilayah
administratif dari Kabupaten Gresik.
Banyak orang mengira, Bawean
adalah bagian dari pulau Madura, meski jika dicermati, logat bicara orang
Bawean memang terdengar mirip dengan logat orang Madura. Namun sebenarnya,
mereka menggunakan bahasa Bawean. Orang Bawean sendiri, tidak mau dianggap
sebagai orang Madura. Namun adanya perkawinan campuran, termasuk dengan orang
Madura sendiri, membuat adanya kemiripan tradisi Bawean dengan budaya Melayu,
Jawa, ataupun Madura. Bahkan beberapa tradisi yang ada, juga terlihat sebagai
suatu bentuk serapan dari budaya di Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi.
Menurut penduduk sekitar, kata
Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang memiliki
arti "ada sinar
matahari". Dalam kitab Negarakertagama, pulau ini juga
dikenal dengan nama Buwun. Letak
geografis Bawean yang berada di persimpangan, membuka peluang bagi nelayan di
masa lampau untuk singgah atau menetap di Bawean. Hasil interaksi dari
masyarakat dengan asal-usul yang berbeda itu, kemudian mempengaruhi
bentuk-bentuk budaya milik penduduk Bawean. Dalam hal seni musik misalnya,
dendang lagu khas Bawean cenderung bernuansa Melayu. Di sisi lain, jika
disimak, beberapa tradisi terlihat tumbuh dalam nuansa Islami. Konon, di
sana juga pernah menetap seorang pemuka agama wanita yang masih
merupakan keturunan dari Sunan Ampel.
Wilayah administratif Bawean
terdiri dari dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak.
Bawean merupakan pulau indah yang dikelilingi dengan desiran pantai dan
bukit-bukit hijau nan menjulang. Di seberang Pulau Bawean, terdapat Pulau Gili
Timur, yang cukup dikenal oleh sebagian pengunjung wisata air. Gili Timur
menawarkan keindahan terumbu karang, serta paduan ikan-ikan yang terlihat
cantik. Meski masih memiliki pantai yang menyuguhkan keindahan sunset dan sunrise, namun kelestarian
Bawean, kini tengah terancam. Beberapa aktivitas penambangan liar, mulai marak
dan merusak pantai dan keindahan karangnya.
Pulau Bawean banyak disebut
orang sebagai Pulau Putri. Banyak pria di sana yang memilih untuk bekerja di
luar negeri. Namun legenda Bawean menyebut arti kata "Putri" ini
sebenarnya merujuk pada tempat persinggahan dari putri kerajaan Campa yang
sakit, ketika ia hendak menuju ke pulau Jawa. Diyakini, putri tersebut tak
tertolong, dan kemudian dimakamkan di pulau Bawean ini.
Baca Juga Nih Artikel Menarik lainnya
Lain dari itu, memang banyak di
antara pria Bawean, yang bekerja di Malaysia dan Singapura. Di sana, mereka
lebih dikenal dengan sebuatan Boyan, yang berarti sopir
atau tukang kebun. Sebagaian TKI asal Bawean, memang dikenal suka bekerja di
kebun, atau mengadu nasib sebagai seorang sopir. Bagi para urban yang berhasil
menetap di Malaysia, mereka dikenal suka membeli tanah dan membangun rumah
secara berkelompok.
Selain untuk menabung, salah
satu motivasi mereka menjadi TKI, agar dapat membangun rumah bagus di Bawean.
Namun jika sebelumnya berprofesi sebagai nelayan, sepulang menjadi
TKI, ada pula di antara mereka yang berhasil membeli kapal. Ketika mereka
kembali ke Bawean, mantan TKI itu pun kembali bekerja sebagai nelayan. Fenomena
menarik ini, terlihat cukup menonjol di Bawean.
Sebagai nelayan, mereka sangat
menjunjung tinggi local wisdom. Para nelayan
Bawean tidak bersedia menggunakan alat-alat canggih untuk menangkap ikan.
Padahal, sebenarnya mereka berkemampuan untuk membeli alat semacam itu.
Keberlangsungan nasib anak cucu mereka, merupakan alasan kuat bagi para nelayan
untuk tetap setia menjaga tradisinya.
Saat ini para nelayan di
Bawean, tengah mengeluh atas berkurangnya pendapatan mereka. Menurut mereka,
kapal-kapal besar banyak berdatangan di sekitar pulau Bawean, guna mengeruk
kekayaan ikan-ikannya. Namun demikian, mereka terlihat tetap bersemangat dalam
mengarungi hidup. Kematangan berpikir, tak membuat mereka tergoda untuk pergi
meninggalkan tradisi.
Warga Bawean selalu ramah dalam
menyambut tamu. Kehangatan sambutan penduduk, membuat para pengunjung pulau ini
seakan merasa berada di tengah-tengah keluarga. Jika menginap di Bawean, akan
banyak disuguhi dengan makanan berbahan ikan yang diramu sedemikian rupa. Mulai
dari pentol, beberapa kerupuk, hingga posot-posot sebagai kerupuk ikan khas Bawean.
Sebagai penutup, kobuk-kobuk selalu mampu memuaskan dahaga. Kobuk-kobuk merupakan
minuman khas yang berbahan baku dari buah kelapa muda. (rra)
Posting Komentar